Sabtu, 05 Desember 2009

Ketika ia hilang, baru berarti

Suatu pagi dalam perjalananku menuju tempat kerja, tiba-tiba ponselku berdering. Pada layarnya tertetra Private number, aku tahu ini pasti dari adik perempuanku yang tinggal di negeri seberang..

Benar saja, dia yang menelpon, suaranya yang khas membuat rasa kangenku menyeruak, maklumlah sudah lebih dari 2 tahun kami tak bertatap muka.
Setelah saling mengucap salam, dan menanyakan kabar, mulailah dia bercerita.

“Mbak, semalam aku memimpikan mendiang ibu dan bapak , rasanya seneng banget deh...aku langsung memeluk mereka mbak.
Mereka tidak berkata-kata, hanya menatap dengan senyum yang tulus, tapi rasanya semua kangenku jadi hilang....aku bahagia sekali mbak.....!.“

Aku terdiam, apa yang adikku rasakan, juga terjadi padaku.
Dalam hatiku jadi bertanya-tanya, mengapa hanya dengan memimpikan mereka, rasa bahagia bisa muncul, dan semua beban bisa lebih ringan?
Padahal, kesempatan bertemu ibu dan Bapak sangat banyak selama mereka masih hidup. Sekarang setelah mereka tiada, hanya dengan mimpi, semua jadi indah?.

Apa yang disampaikan adikku, membuatku merenung, dulu ketika kedua orang tuaku masih ada, aku sebagai anak merasa sudah sewajarnya ibu dan bapak berada di belakang anak-anaknya, itu kan tugas orang tua. Aku tidak merasa terlalu perlu memperhatikan mereka. Karena mereka selalu ada setiap saat aku membutuhkan. Aku tidak merasa perlu menanyakan kabar mereka setiap hari, toh mereka akan selalu ada, tidak akan kemana-mana.

Jika aku menghadapi masalah, aku tahu kemana harus mengadu tanpa merasa di adili, karena mereka selalu ada. Hanya dengan mengetahui bahwa mereka mendengarkan, rasannya sudah cukup bagiku. Tapi itu juga hal yang biasa kan........toh mereka tidak akan kemana-mana, mereka akan selalu ada untukku.

Hmm ... ternyata benar, sesuatu yang berharga, biasanya baru terasa berarti ketika kita kehilangan itu semua.

Ketika Aku harus kehilangan mereka dalam waktu yang berdekatan, baru terasa kosongnya jiwa ini. Baru terasa, sebenarnya merekalah tempatku bersandar selama ini. Aku limbung dan jatuh, tak ada tempat mengadu lagi, tak ada yang mau mendengarkan tanpa aku merasa takut akan ditertawakan. Tak ada lagi yang bisa jadi tempat curahan hati, tanpa takut akan disebarkan ke orrang lain, tak ada lagi....semua tak ada lagi.

Aku tak pernah tahu apa yang orang tuaku rasakan selama mereka hidup, karena aku tidak pernah menanyakan perasaan mereka, aku hanya sibuk dengan urusanku sendiri.
Sungguh keterlaluan.

Sekarang, cuma rasa sesal yang ada di hati, karena sebenarnya aku bisa berbuat banyak untuk mereka semasa hidup.
Sekarang, cuma doa kepada Allah SWT yang bisa kupanjatkan untuk mereka. Karena hanya dengan doa aku masih bisa menunjukkan baktiku pada kedua orang tuaku. Dan berharap Allah SWT akan menghadirkan mereka kembali dalam mimpi.

Agustus 2007


Susiana Dewi Ratih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar